Oleh :Indana Zulfa155120201111053
1. TEORI SISTEM DAN FUNGSI BOUNDARY SPANNING
A. Perkembangan Teori Sistem
Teori sistem memfokuskan perhatian untuk memahami
bagaimana kualitas fungsi yang dijalankan setiap sistem dalam suatu relasi
dinamis denga sistem sistem lainnya. Teori sistem menjelaskan esensi dasar kehidupan,
yaitu penting nya menjalin hubungan social, menjalin hubungan sosial yang baik
merupakan hasil interaksi sosial, yaitu dalam hal ini adalah interaksi antara
organisasi dan publiknya. Jika teori sistem ini diterapkan, maka prinsp pokok
yang berlaku yaitu organisasi merupakan salah satu bagian (subsistem) dari
suatu sistem sosial yang lebih kompleks, karenanya saling berhubungan, saling
tergantung dan memengaruhi satu sama lainnya. Dengan demikian, menjalin
hubungan merupakan hal yang inheren (integral) dalam suatu sistem.
Teori sistem diadopsi dari
biologi yang digagas Ludwig von Bertalanffy pada tahun 1940-1950-an. Bertalanffy mengatakan pentingnya saling keterhubungan antara semua elemen tubuh. Dari biologi, teori sistem berkembang menjadi teori yang interdisipliner dan diadopsi beberapa pakar bidang ilmu yang berbeda, seperti Kenneth Boulding (ekonomi), Anatol Rapoport (matematika), Rushell Ackoff (arsitektur), West Churchman (manajemen), Talcott parsons (sosiologi). Littlejohn (1992) menyebut teori sistem tidak dapat disebut teori yang khusus membahas komunikasi, tetapi mempunyai aplikasi penting bagi studi kumunikasi dan peristiwa sosial lainnya. Teori sistem menurut Heath (2009), berguna untuk memahasi proses Public relations. Teori sistem tidak focus membahas pesan etik, bahasa dan pemaknaan yang terkandung dalam pesan. Teori sistem juga mengadopsi pemikiran Darwin tentang evolusi. Asumsi dasar teori evolusi di terjemahkan sistem melalui asumsinya bahwa organisasi melalu public relations perlu membangun dan menjaga relasi serta beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan
biologi yang digagas Ludwig von Bertalanffy pada tahun 1940-1950-an. Bertalanffy mengatakan pentingnya saling keterhubungan antara semua elemen tubuh. Dari biologi, teori sistem berkembang menjadi teori yang interdisipliner dan diadopsi beberapa pakar bidang ilmu yang berbeda, seperti Kenneth Boulding (ekonomi), Anatol Rapoport (matematika), Rushell Ackoff (arsitektur), West Churchman (manajemen), Talcott parsons (sosiologi). Littlejohn (1992) menyebut teori sistem tidak dapat disebut teori yang khusus membahas komunikasi, tetapi mempunyai aplikasi penting bagi studi kumunikasi dan peristiwa sosial lainnya. Teori sistem menurut Heath (2009), berguna untuk memahasi proses Public relations. Teori sistem tidak focus membahas pesan etik, bahasa dan pemaknaan yang terkandung dalam pesan. Teori sistem juga mengadopsi pemikiran Darwin tentang evolusi. Asumsi dasar teori evolusi di terjemahkan sistem melalui asumsinya bahwa organisasi melalu public relations perlu membangun dan menjaga relasi serta beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan
B. Komunikasi Sebagai Perekat Sistem
Organisasi yaitu suatu sistem
yang didalamnya terdapat hubungan (interaksi) antar bagian atau komponennya.
Sistem diluar suatu sistem yang lain disebut sebagai lingkungan. Hubungan dan
interaksi antar bagian (subsistem) dalam suatu sistem dan antara sistem dan sistem
yang lain memungkinkan terjadinya pertukaran input dan output. Menurut Kreps
(1990-1994), “output sistem tidak pernah sama dengan inputnya”. Organisasi
memproses input untuk menghasilkan output yang akan membantu pencapaian
tujuannya. Proses bisa diartikan sebagai interaksi antar sub sistem dalam
merubah input menjadi output. Perekat interaksi yaitu komunikasi, seumpama
darah bagi langgengnya hubungan dan kerja sama dalam sistem. Dengan kata lain,
komunikasi membuat sistem tetap hidup dengan cara mengoordinasikan bagian
bagian sistem. Sebagai salah satu sistem,
organisasi memiliki karakteristik yang dimiliki setiap sistem sosial, yaitu:
a) Keseluruhan
dan saling bergantung
b) Hierarki
c) Peraturan
sendiri dan control
d) Pertukaran
dengan lingkungan
e) Keseimbangan
f) Perubahan
dan kemampuan adaptasi
g) Sama
tujuan
C.
Public Relations Sebagai Subsistem Dalam Organisasi
Praktisi
Public relations dapat menjadikan teori ini sebagai dasar menjalin hubungan
dengan publiknya. Kajian Public relations berdasarkan teori sistem pertama kali
dibangun oleh James Grunig (1984). Definisi yang disampaikan grunig lebih focus
pada aktivitas public relations yang membantu manajemen dalam mengelola
kumunikasi dan mendukung interaksi antara organisasi dan publiknya. Definisi
ini berangkat dari asumsi organisasi adalah suatu sistem yang saling
berhubungan dengan sistem lainnya diluar dirinya. Manajemen komunikasi yang
dilakukan Publik Realations juga sebagai cara untuk menyampaikan informasi
(aspirasi) publik kepada organisasinya (sebagai bagian dari suatu sistem)
Dalam
definisinya, Grunig tidak focus kepada jenis aktivitas yang dilakukan oleh public
relations, efek dari aktivitas Public relations terhadap publiknya, maupun sisi
tanggung jawab praktek Public relations. Melalui definisi itu, setiap upaya
manajemen komunikasi dapat disebut Public relations terlepas apakah bersifat persuasive
atau informasi, berhasil mempengaruhi publik atau tidak, dan bersifat etis atau
tidak.
Teori
sistem menganggap bahwa aktivitas organisasi mengakibatkan konsekuensi (dampak)
dari publiknya. Sebaliknya, tindakan publik sebagai respon terhadap aktivitas
oranisasi yang menimbulkan konsekuensi tertentu bagi organisasi. Konsekuensi
ini disebut sebagai “reciprocal consequences”, yaitu muncul nya masalah saat
berhubungan dengan publik (Grnig and Hunt, 1984:10). Untuk mengatasi masalah
yang muncul, organisasi membutuhkan subsistem public relations yang dapat
menjalin komunikasi antara organisasi dan publik
Public
relations pada dasarnya adalah fungsi komunikasi dai manajemen agar komunikasi
mengadaptasi, mengubah atau menjaga lingkungan nya agar tetap selaras dengan
tujuan dan mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan teori sistem terdapat dua
sistem komunikasi, yaitu:
-
Sistem komunikasi internal, adalah proses pertukaran di lingkup internal
organisasi
- Sistem komunikasi eksternal,
adalah proses pertukaran antara organisasi dengan publik eksternal
Sistem teori sebagai pondasi bahwa
proses Public relations merupakan aktivitas yang lebih dari sekedar persuasi,
tetapi juga mendorong organisasi untuk terbuka, membuka komunikasi dua arah dan
mementingkan terciptanya pemahaman bersama dan bersedia mengubah sikap dan
prilaku dalam proses adaptasi terhadap lingkungan. Hubungan antar organisas dan
lingkungannya bersifat saling memengaruhi. Lingkungan mempunyai kemampuan
“mengganggu” aktivitas organisasi. Sebaliknya, aktivitas organisasi juga dapat
“mengganggu” lingkungannya
D. Peran Public Relations Dalam Menjalin Hubungan
Menurut teori public relations mi
emiliki kemampuan untuk memengaruhi fungsinya keseluruhan sistem organisasi
(Laborde, 2005). Berbagai aktivitas menjalin dan merekatkan hubungan antara
subsistem, menjadikan public relations memegang peranan penting dalam
organisasi. Menurut Lattimore (2007), terdapat dua peran yang diharapkan
dilakukan secara terus menerus oleh public relations yaitu:
- Peran
teknisi, yaitu hal hal yang menyangkut pekerjaan teknis seperti menulis,
press-release, membuat newsletter, fotografi, membuat produksi audiovisual dan
menggelar event
- Peran
manajerial, yaitu berkaitan dengan aktivitas membantu manajemen dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah.
Dalam menjalankan peran manajerial, PR
bertindak sebagai:
·
Seorang ahli yang mampu
mendefinisikan masalah, mengusulkan alternatif solusi dan upaya solusi
·
Seseorang yang menjadi
mediator dan fasilitator yang menyediakan saluran komunikasi dua arah antara organisasi
dengan publiknya (communicationfacilitator)
·
Seseorang yang mampu
bertindak sebagai partner, mitra atau teman bagi manajemen senior dalam upaya mengatasi berbagai persoalan yang menimpa organisasi (problem-solving
facilitator) (Lattimore, dkk,
2007:53white & Dozier, 2008:104)
2007:53white & Dozier, 2008:104)
Aktivitas public relations sebenarnya melekat pada
semua elemen sistem. Prilaku setiap anggota sistem berpotensi mempengaruhi
sistem itu sendiri dan sistem yang lainnya. Bagaikan tubuh manusia, jika tangan
sakit maka tubuh yang lainnya juga ikut merasakan. Karenanya, aktivitas public
relations dapat dibagi ke dalam dua perspektif:
a) PR sebagai metode komunikasi, yaitu kegiatan public relations yang dilakukan melalui divisi public relations, organisasi mempunyai divisi khusus PR
b) PR
sebagai teknik komunikasi, yaitu sebagai prilaku anggota organisasi berpotensi
memengaruhi citra
tertentu dimata publik
tertentu dimata publik
E. Aktivitas Boundary Spinning
Teori
sistem menganalogikan organisasi sebagai sebuah lingkungan. Publik relalations
adalah penjaga lingkaran agar masalah tetap berada di lingkungan dan
diselesaikan didalam lingkaran. Public relations menjadi penghubung antara
subsistem yang satu dengan yang lainnya. Sebagai manajer komunikasi, public
relations selalu memproses informasi yang diperoleh dari aktivitas memonitoring
lingkungan. Publik relation mesti memahami kebijakan manajemen sehingga dapat
menjelaskan kepada publiknya
Dalam interaksi dalam organisasi dan lingkungannya, public
relations mempunyai fungsi sebagai penghubung antara organisasi dan
lingkungannya, yang dikenal sebagai fungsi “Boundary Spanning”. Melalui fungsi
ini, public relations berinteraksi dengan lingkungannya untuk monitoring,
seleksi dan menghimpun informasi. Aktivitas melaksanakan fungsi yang dilakukan
seorang praktisi public relations mencakup antara lain:
·
Menjelaskan informasi
tentang organisasi kepada publik
· Memonitoring
lingkungannya sehinga mengetahui apa yang terjadi dan menginterpretasikan isu
isu yang potensial memengaruhi aktivitas isu manajemen
· Membangun sistem
komunikasi dua arah dengan publiknya agar organisasi dapat beradaptasi dengan
lingkungannya
Untuk dapat melaksanakan aktivitas “boundary
spanning”, praktisi PR harus menjadi bagian dari “dominant coalition” departemen
PR harus mempunyai jalur komando langsung kemanajemen puncak, memungkinkan
praktisi public relations memahami apa yang ada dipikiran manajemen dan alasan
dibalik pengambilan kebijakan oleh manajemen. Dengan kata lain, dengan memahami
prilaku komunikasi CEO, PR dapat menyesuaikan strategi komunikasi
F. Sistem Terbuka dan Tertutup
v Sistem
terbuka yaitu sistem yang membuka diri untuk proses tukar menukar informasi dan
sumber daya dengan lingkungannya. Disini, praktisi PR menganggap bahwa publik
merupakan bagian vital dari lingkungannya. PR bertugas untuk mengevaluasi
kualitas hubungan antara organisasi dan publiknya
v Jika
praktisi PR lebih banyak memproduksidan menyampaikan informasi dengan tanpa
atau sedikit sekali memperlihatkan umpan balik publiknya, maka itu adalah ciri
organisasi dengan sistem tertutup, artinya organisasi enggan membuka diri
berinteraksi dan tukar menukar input dan sumberdaya dengan organisasi lainnya
2. TEORI EXCELLENCE IN PUBLIC RELATIONS : Standar Kualitas Proses Public
Relation
A. Model Public Relattions
Model
ini diperkenalkan oleh James Grunig dan Hunt dalam buku Managing Public Relations (1984). Keduanya mengidentifikasi empat
model yang diterapkan praktisi public relations dalam menjalin hubungan public.
Keempat model tersebut adalah :
1)
Model Press Agentry /
Publisitas
Jika
praktisi PR menerapkan model ini,
berarti proses diseminasi informasi bergerak satu arah (one-way communication)
dari organisasi kepada publiknya. PR lebih banyak melakukan propaganda atau
kampanye untuk tujuan publisitas media yang
menguntungkan pihaknya.
2)
Model Public
Information
Bersifat
satu arah, penyebaran informasi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
publik bukan untuk publisitas. Hanya sajainformasi yang disampaikan diseleksi
yang bersifat menguntungkan organisasi. Tujuannya memabngun kepercayaan publik
dengan memberikan informasi tanpa mementingkan persuasif untuk mengubah sikap.
3)
Model Two–Way
Asymmetric
Menurut
model ini, praktisi PR dapat membantu organisasi meersuasu publik agar berpikir
dan bertindak seperti yang dikehendaki organisasi. Disebut juga “persuasive
communication”. Agar persuasi ini berjalan baik, perlu emahaman terhadap sikap
dan karakteristik publik.
4)
Model Two–Way Symmetric
Model
ini lebih memandang komunikasi sebagai transaksi antara person dan person lain.
Dengan kata lain, organisasi menganggap publik bukan sebatas ‘penerima’ yang
pasif tetapi publik juga dapat berubah peran sebagai ‘sumber’.
B. Karakter Organisasi
dalam Model Asymmetric dan Symmetric
Menurut
Grunig (1989: 32-33; 38-39) dan Grunig & White (1992: 43-44), model
asymmetric biasanya terjadi pada organisasi ayng mempunyai karakteristik :
-
Berorientasi internal
-
Memiliki system
tertutup
-
Efisiensi & kontorl
atas segala biaya lebih penting dibandingkan kebutuhan akan inovasi.
-
Bersifat elitisme
-
Konservatif
-
Kewenangan terpusat
Karakteristik organisasi model
asymmetric, yaitu :
-
Interdependen
-
Sistem terbuka
-
Bergerak menuju
ekuilibirium
-
Mempunyai sifat
kesederajatan/kesetaraan yang tinggi
-
Memberikan otonomi
kepada anggota organisasi
-
Lebih mengedepankan
novasi
-
Desentralisasi
manajemen
-
Setiap anggota
organisai menyadari konsekuensi dari setiap tindakannya
-
Konflik ditangani
melalui komunikasi, negoisasi, dan kompomi.
C. Pendekatan Strategis
dan Dialogis
Dua
strategi dalam memperlakukan publik, yaitu :
1)
Pendekatan strategis,
publik diperlakukan sebagai penerima yang pasif (passive-receiver) dari
pesan-pesan yang disampaikan organisasi
2)
Pendekatan dialogis,
publik diberi kesempatan luas untuk secara aktif dan setara berpartisipasi di
dalam dialog dengan organisasi.
D. Teori Dialogis Public
Relations
Model
dialogis memandang dialog sebagi elemen kunci membangun hubungan baik antara
organisasi dan publik. Kent & Taylor (2002) mendeskripsikan prinsip dasar
konsep dialogis public relations, yaitu mutualitas, propinquity, empati,
resiko, dan komitmen.
E. Aplikasi Model dalam
Praktik Public Relations
J. Grunig & L. Grunig mengungpkan bahwa
keempat model mempunyai dua fungsi bagi organisasi, yaitu sebagai strategi PR
dalam berhadapan dengan sekelompok publik tertentu dalam situasi tertentu
sebagai bagian dari budaya/ideology organisasi.
Model
two-way symmetric memiliki prinsip bahwa organisasi di mungkinkan memersuasi
publik sebanyak mungkin agar publik mengubah sikap dan perilakuknya.
Presss-agentry bisa digunakan terutama jika ingin memperoleh tingkat awareness
yang tinggi teradap program atau produk baru, dipadu dengan strategi komunikasi
pemasaran lainnya. Prinsip press-agentry yang penting yaitu membangun relasi
media dan mengelola event untuk mendapatkan publisitas positif. Prinsip model
publik information, seperti menyediakan informasi yang akurat kepada
pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya pers.
F. Teori Excellence in
Public Relations
Teori
excellence merupakan pengembangan dari empat model PR dan teori situational of
the public, yang lebih menekankan pada aspek negoisasi dan kompromi. Teori
Excdllence meganggap PR bukan lagi sekedar alat persuasif tetapi sebagai
profesional yang melaksanakan peran sebagai manajer yang menguunakan penelitian
dan dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya. Dengan kata
lain, PR adalah fungsi manajemen yang membantu organisasi berinteraksi dengan
komponen social dan politik di lingkungannyanya. Peran manajer ini menurut
Lattimore, dkk. (2007), mencakup tiga hal : expert prescriber (konsultan), communication
facilitator (gate keeper), dan problem-solving facilitator.
Teeori
excellence tidak lepas dari kritik, karena dinilai model nomatif ini sulit
dikemukakan dalam praktik PR. Cameron, dkk. (2001), Cancel, dkk. (1997), Reber
& Cameron (2003) ialah pakar yang mengkritik model two-way symmetric, yang
dianggap sulit bagi organisasi hanya fokus menerapkan model two-way symmetric.
Mereka menawarkan teori baru, yaitu Contingency Theory of Acommodation in PR
(teori CA). Grunig mengaanggap kehadiran teori Ca bukanlah bersebrangan dengan
model two-way symmetric tetapi untuk memperluas penjelasan dari model two-way
symmetric-nya.
Teori
excellence menunjukkan bahwa PR berkontribusi dalam membangun hubungan yang
baik dengan lingkungannya. Kualitas PR kemudian dapat diukur dengan cara
mengevaluasi kualitas hubungan dan publik dalam kontinium tertentu . Model
tersebut menunjukkan adanya tiga tipe PR diukur dari tingkatan
ke-excellence-annya, yaitu :
1) Tipe
asymmetric murni, digunakan untuk memengaruhi publik
2) Tipe
kooperasi murni, menggunakan komunikasi untuk meyakinkan koalisi dominan untuk
menerima posisi publik.
menerima posisi publik.
3) Tipe
two-way symmetric, menggunakan komunikasi untuk memengaruhi koalisi dominan dan
publik untuk menerima kondisi “win win solution”.
publik untuk menerima kondisi “win win solution”.
Berdasarkan
penjelasan diatas, inti dari kajian teori excellence adalah :
a) Menjelaskan
arti penting PR bagi organisasi dan masyarakat
b) Organisasi
dituntut menyelesaikan masalah dan memenuhi tujuan stakeholder sebaik ketika
menyelesaikan masalah dan memenuhi tujuan organisasi
c) Agar
dapat diterima secara social, organisasi harus memahami karakteristik
stakeholder & publiknya
d) Organisasi
mesti berkomunikasi ssecara simetris dengan publik untuk membangun hubungan
jangka pajnag yang berkualitas
jangka pajnag yang berkualitas
Agar
dapat menghasilkan proses PR yang xcellence, teori excellence memberikan
sepuluh premis/prinsip, yaitu :
1) Organisasi
mesti melibatkan aktivitas PR dalam fungsi strategis manajemen
2) PR
mesti mendapatkan akses langsung ke dalam kelompok dominan dan dapat langsung
berkomunikasi dengan manajer senior, seperi CEO
3) Organisasi
mesti mempunyai fungsi PR yang terintegrasi kedalam satu departemen sendiri
4) PR
yaitu fungsi manajemen yang terpisah dari fungsi manajemen yang lain
5) Manajer
PR haruslah seorang yang bercirikan “manajer komunikasi” bukan “teknisi komunikasi”
(manajerial).
6) Mengadopasi
model two-way symmetric sebagai basis utama menjalin relasi public
7) Sistem
komunikasiinternal bersifat two-symmetric
8) Fungsi
PR model symmetric, peran manajerial, pelatihan akademik PR, dan
profesionalitas dilaksanakan dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang memadai
9) Adanya
diversitas peran dalam menjalankan fungsi public relations
10) Dalam
menjalankan fungsinya, praktisi PR harus mengutamakan kode etik dan integritas
profesi
G. Model Manajemen
Strategi PR
Berikut model
manajemen strategis PR menurut Grunig & Repper (2008: h. 124) :
1) Stakeholder
stage, organisasi mempunyai relasi dengan stakeholder jika aktivitas organisasi
dan stakeholder saling memengaruhi
2) Public
stage, publik terbentuk jika stakeholder menyadari beberapa pengaruhinteraksinya
dengan organisasi memunculkan masalah dan berusahan melakukan aktivitas
tertentu untuk meresponsnya
3) Issue
stage, PR diharap mengantisipasi isu-isu terkait organisasi dan
mengidentifikasi respons publik terhadap isu-isu tersebut.
3. TEORI CONTINGENCY OF
ACOMMODATION IN PUBLIC RELATIONS
A.
Kritik
Pelengkap Teori Excellence
Teori
Contingency of Acommodation in PR (CA) berkembang sebagai kritik atas model
two-way symmetric dalam teori excellence. Para
penggagas teori CA yaitu Glen T. Cameron, Fritz Cropp, Bryan Rebeer, Amanda E. Cancel, Lynee Sallot
dan Michael Mitrook (1997; 2001; 2003). Menurut penggagasnya, teori CA
adalah modifikasi dan pelengkap dari
teori normative (teori excellence). Karena berdasarkan kontinium tertentu, CA
dianggap merupakan potret yang lebih realistis dan strategi PR atau model PR.
Teori
CA mengatakan bahwa win win solutions yang ditawarkan model two-way symmetric
tidak selamanya merupakan kondisi ideal bagi organisasi, bahkan sulit untuk
mencapainya. Teori CA secara umum menjelaskan bahwa hubungan organisasi dan
publiknya tidak dapat benar-benar mencapai posisi two-way symmetric, karena
dalam praktiknya, ada beberapa factor yang membuat model symmetric yang di
formulakan Grunig (Teori Excellence) sulit diterapkan, antara lain: berkaitan
dengan hukum, misalnya ada beberapa hal yang tidak memungkinkan untuk
disampaikan ke publik dan termasuk anggapan bahwa memenangkan
publik/stakeholder menang yaitu tidak etis (Reber & Cameron, 2003). Dengan
kata lain, teori CA beranggapan bahwa two-way symmetric dan win win solution
sulit diterapkan sebagai bentuk ideal, karena dalam dalam kenyataan factor
aturan / legal sering tidak memungkinkan publik menang.
Perbedaan
antara teori CA dengan teori excellence terletak pada pemaknaan apakah model two-way
symmetric masih dapat diterapkan atau tidak. Teori CA lebih tegas dari teori excellence dalam memberikan
batasan tentang posisi organisasi saat menjalin relasi dengan publik. Sedangkan
teori excellence menganggap model symmetric sulit diterapkan, lkarena pada
kenyataan relasi publik terjadi dalam kondisi PR memilih antara bersikap
akomodasi dengan publik atau bersikap advokasi, sebagai pembela bagi
organisasi.
B.
Kontingensi
: Akomodasi dan Advokasi
Teori
CA berdasarkan suatu kontinium antara akomodasi total dan advokasi total.
Akomodasi dapat diasrtikan sebagai upaya memberikan dukungan dan pemeblaan
terhadap kebijakan organisasi, layaknya seorang penasihat hukum.
Disebut
Contingency karena keadaan antara bersikap akomodasi dan advokasi di pengaruhi
oleh factor-faktor kemungkinan yang dapat terjadi setiap saat (dinamis) yang
bersifat situasional. Teori ini menjelaskan bagian PR mengelola konflik dan
menjaga hubungan dengan publik eksternal.
C.
Variabel
Teori CA
Teori
CA menekan kan bahwa sikapa / posisi PR pada kontinium bersfat dinamis dan
sangat tergantung pada perubahan situasi yang terjadi. Perubahan situasi ini
ditentukan oleh variable internal dan eksternal.
Variabel
Eksternal :
1) Ancaman
– ancaman (threats)
2) Lingkungan
industry
3) Level
ketidakpastian kondisi social politik atau perubahan budaya eksternal
4) Publik
eksternal
5) Isu
yang dipertanyakan
Variabel
Internal :
1) Karakteristik
organisasi
2) Karakteristik
departemen PR
3) Karakteristik
koalisi dominan
4) Ancaman
internal
5) Karakteristik
individual
6) Karakteristik
hubungan
Dalam
perkembangannya, Cancel, dkk. (1999) melengkapi teori CA dengan mengenalkan dua
variable baru yang menentukan kemungkinan bersikap akomodatif/advokasi di
kalangan praktisi. Variabel tersebut :
a) Variabel
Predisposing
Yaitu variable
yang memiliki pengaruh besar pada organisasi dengan membantu membentuk
kecendrungan bersikap dalam menjalin relasi terhadap publik ekternal. Yang
termasuk variable ini adalah :
-
Ukuran organisasi
-
Budaya organisasi
-
Terpaan bisnis
-
Afiliasi/akses dengan
kelompok dominan
b) Variabel
Situasional
Yaitu variable yang memengaruhi bagaimana
organisasi mengubah sikap dan pediriannya terhadap publik eksternal akibat
perubahan situasi. Yang termasuk variable ini adalah :
-
Ancaman, seperti berita
negatif yang dimuat di media, intervensi pemerintah, persoalan hukum
-
Biaya dan keuntungan
akomodasi
-
Keseimbangan
kepentingan antara berbagai publik
-
Persepsi terhadap isu
-
Reputasi organisasi
-
Karakteristik publik
eksternal dan tuntutan-tuntutannya
D.
Aplikasi
Teori CA dalam Penelitian dan Praktik PR
Menurut
Cameron, dkk. PR pada saat tertentu dapat menerapkan strategi secara bergantian
: bersikap akomodatif atau bersikap advokatif, tergantung variable internal dan
eksternal yang mana yang dominan. Dalam penelitian, teori CA ini dapat diterapkan
secara kuantitatif maupun kualitatif. Teori ini dapat diterapkan dalam
penelitian tentang krisis.
4. MENGUKUR GANGGUAN
DENGAN TEORI MATEMATIKA KOMUNIKASI
A.
Ragam
Makna Informasi
Dalam interaksi sosial, masyarakat mendefinisikan
arti informasi kedalam dua kelompok, yaitu:
· Mendefinisikan
informasi sebagai hasil proses komunikasi yang berupa fakta atau data. Dalam
proses komunikasi, terjadi transfer pesan yang didalamnya terdapat perpindahan
sejumlah fakta atau data yang dapat dipindahkan dari satu titik ketitik yang
lain, melalui komponen komunikator hingga komunikan, dari satu individu ke
individu yang lain
· Informasi diartikan
sebagai makna data atau symbol atau pesan. Informasi dianggap berbeda dengan
data. Disini, informasi diartikan sebagai arti, maksud atau makna dikandung
data atau symbol atau pesan
B.
Teori
dan Model Informasi Matematika
Teori informasi ini digagas oleh
dua ahli matematika yang bekerja diperusahaan telefon bell, yaitu claude shanon
dan weaver. Teori ini disebut juga model matematika shanon-weaver. Teori ini
menggambarkan proses komunikasi antarmanusia sebagai proses transmisi yang
linier antara komunikator kepada komunikan. Dalam proses arus perpindahan ini
dimungkinkan tidak lancer karena adanya gangguan. Dimodel ini shanon dan weaver
mengenalkan beberapa konsep yang saling berkaitan yaitu:
a) Konsep
gangguan, diartikan sebagai salah satu mendistorsi pesan
b) Konsep
entropy, diartikan sebagai situasi ketidakpastian
c) Transmitter,
yaitu alat mengubah pesan menjadi signal
d) Sumber
e) Receiver,
yaitu alat menerima sinyal
f) Destination,
yaitu tujuan komunikasi
g) Informasi
C.
Informasi
: Alternatif Pilihan
Seperti
yang dikatakan shanon dan weaver bahwa informasi tidak hanya terkait dengan apa
yang dikatakan dan apa yang dapat dikatakan. Karenanya informasi adalah ukuran
dari kebebasan pilihan dari seseorang ketika dia memilih suatu pesan (1949:9).
Menurut sevem dan tankard (2005), konsep informasi sangat terkait dengan konsep
entropi dalam fisika.
Entropi dalam fisika berarti
kondisi acak, yang dapat diartikan sebagai situasi yang belum dapat dipastikan.
Mengutip dari littlejohn, informasi yaitu suatu pengukuran terhadap
ketidakpastian dalam suatu sinyal (2009:512). Entropi semakin besar apabila
berbagai pilihan alternative yang tersedia memiliki peluang yang sama untuk
terjadi.
Informasi
memiliki beberapa karakteristik yaitu:
·
Dibutuhkan paling
sedikit dua alternatif untuk memperoleh informasi.
·
Informasi bersifat
memilih atau seleksi alternative.
·
Semakin seseorang dalam
ketidakpastian, maka semakin banyak alternatif pilihan.
·
Informasi digunakan
untuk mengurangi ketidakpastian.
·
Kualitas informasi
sangat ditentukan oleh nilai kebenaran yang dikandaungnya.
Menurut Shannon
dan weaver (1949), setiap pengguna alternative pilihan untuk mengurangi
ketidakpastian dihitung dari angka. Pada awalnya dihitung secara matematis
yaitu dengan saluran yang disebut biner (bit). Satu bit informasi sama dengan
mengurangi 50% dari kesuluran alternatife yang tersedia.
D.
Teori
Informasi (Matematika Komunikasi) dalam Praktik &Penelitian PR
Teori informasi dari shanon dan
weaver dapat diterapkan untuk mengukur ganguan atau hambatan yang terjadi dalam
proses komunikasi antara organisasi dengan publiknya. Berbagai gangguan ini
dapat menyebabkan kesalahan persepsi atau miscommunication sehingga pesan yang
disampaikan oleh PR dipersepsi berbeda oleh publiknya. Upaya PR sebagai agen
informasi juga perlu memperhatikan bagaimana menyiapkan informasi yang
berkualitas. Informasi yang berkualitas memenuhi syarat sbb (sendjaja, 1998) :
·
Mampu memenuhi aspek
kebutuhan informasi dari public
·
Informasi berkualitas
juga berguna, bernilai, factual dapat dipercaya, ketepatan, dan kebenarannya
·
Contohnya fenomenal
munculnya rumor saat terjadi krisis yang menimpa organisasi. Kegagalan dalam
mengintrol aliran informasi dapat menimbulkan ketidakpastian, kekawatiran dan
kepanikan dalam public. Akibatnya berpotensi mencari dan menggali informasi
dari berbagai sumber informasi lain yang bukan dari organisasi
5. TEORI UNCERTAINTY
REDUCTION : Menjaga Ketersediaan dan Kualitas Informasi
A.
Ketidakpastian
Awal Keraguan
Teori
uncertainty reduction (TUR) menyatakan bahwa hidup ini penuh keragu raguan yang
membuat ketidakjelasan. Teori ini diciptakan Charles berger dan Richard
calabrese pada tahun 1975, menjelaskan bahwa bagaimana menggunakan komunikasi
untuk mengurangi keragu raguan, memahami orang lain dan diri sendiri dan
membuat diprediksi tentang prilaku orang lain saat pertama bertemu. Dengan kata
lain, motivasi untuk mengurangi ketidakpastian saat berkomunikasi dengan orang lain.
Ketidakpastian ini diartikan sebagai ketidakmampuan individu untuk memprediksi
dan menjelaskan prilakunya dan prilaku orang lain. tujuan komunikasi yaitu
meminimalkan ketidakpastian yang dirasakan orang tentang lingkungan sekitar.
Terkait hal tersebut, setidaknya ada dua peran komunikasi, yaitu:
·
Kominasi digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang lawan bicara
·
Komunikasi digunakan
untuk membuat prediksi atau penjelasan tentang makna prilaku lawan bicara
Maka dari itu,
mengurangi ketidakpastian dipengaruhi beberapa factor antara lain pengalaman
masa lalu, prediksi terhadap prilaku lawan bicara, pengetahuan umum tentang
budaya lawan bicara
B.
Level
Pengurangan Ketidakpastian
Level ketidakpastian ditentukan oleh
homofili antara peserta komunikasi. Homofili sebagai lawan dari heterofili
yaitu situasi dimanan banyaknya kesamaan yang dirasakan oleh kedua pihak
peserta komunikasi. Jika komunikator dan komunikan merasa menemukan
kesamaan,bisa saling akrab, dengan dan komunikasi berjalan lebih lama
sertamasing masing tidak terlalu focus mencari informasi yang lebih banyak
tentang diri masing masing. Homofili ini juga sangat ditentukan oleh persepsi
orang bahwa yang diajak bicara mempunyai banyak kesamaan. Dapat dikatakan bawah
homofili merupakan salah satu yang membuat komunikasi efektif, karena tercapai
nya situasi sama makna antara peserta komunikasi
C.
Motivasi
Mengurangi Ketidakpastian
Berger (1979) menjelaskan beberapa
kondisi yang membuat level pengurangan ketidakpastian sangat tinggi, beberapa
kondisi itu antara lain:
· Prediksi bahwa akan
berkomunikasi dengan orang tersebut dari waktu waktu lain yang akan datang
· Merasa bahwa komunikasi
dengan seseorang menghasilkan keuntungan bagi diri kita (incentive value)
· Bila kita berinteraksi
dengan orang orang yang mempunyai prilaku yang tidak lazim atau
abnormal menurut kacamata kita (deviant behavior)
abnormal menurut kacamata kita (deviant behavior)
D.
Jenis-jenis
Ketidakpastian
Berger dan bradag (1982)
mengembangkan TUR dengan membangun dua jenis ketidakpastian yang dirasakan
seseorang yaitu:
a) Ketidakpastian
prilaku (behavioral uncertainty)
Berkaitan dengan
ketidakpastian akan prilaku mana yang seharusnya seseorang lakukan dalam
situasi. Dengan kata lain kita tidak yakin terhadap prilaku yang dilakukan
dalam prilaku orang lain
b) Ketidakpastian
kognisi (cognative uncertainty)
Berkaitan dengan
ketidakpastian tentang apa yang mesti dipikirkan tentang sesuatu atau orang
lain. kita merasa tidak yakin tentang kepercayaan atau keyakinan kita sendiri
dan orang lain
E.
Cara
mengurangi Ketidakpastian
Berdasarkan pendapat Berger (1979) ada beberapa cara yang bisa digunakan seseorang untuk mengurangi ketidakpastiannya, yaitu :
Berdasarkan pendapat Berger (1979) ada beberapa cara yang bisa digunakan seseorang untuk mengurangi ketidakpastiannya, yaitu :
a) Strategi
pasif (social comparison), terjadi jika seseorang hanya mengamati perilaku
orang lain
b) Strategi
pasif (seeking iformation, jika secara aktif seseorang hanya mencari informasi
tentang orang lain melalui pihak ketiga.
c) Strategi
interaktif (verbal introgative), cara mendapatkan informasi melalui setting
interaksi, yaitu dengan scara langsung bertanya dengan orang yang menjadi
target komunikan.
F.
Aksioma
Teori Uncertainty Reduction
Aksioma adalah pernyataan atau ide yang
diterima sebagai suatu kebenaran karena pernyataaan
itu mengandung kebenaran dan bisa dibuktikan. Berger & Calbrese (1975), menjelaskan aksioma teori
uncertainty reduction :
itu mengandung kebenaran dan bisa dibuktikan. Berger & Calbrese (1975), menjelaskan aksioma teori
uncertainty reduction :
1) Hubungan
ketidakpastian dengan komunikasi verbal : jikas pesan verbal seseorang dan
lawan bicara meingkat, maka level ketidakpastian lawan bicara akan menurun .
(hubungan negatif)
2) Hubungan
ketidakpastian dengan komunikasi nonverbal : jika ekspresi nonverbal pada saat
awal pembicaraan meningkat, akan menyebabkan ketidakpastian menurun. (hubungan
negatif)
3) Hubungan
ketidakpastian dengan keakraban (keintiman) : jika interaksi mengandung
ketidakpastian yang tinggi maka keakraban komunikasinya rendah (hubungan
negatif)
4) Hubungan
ketidakpastian dengan pencarian informasi : jika ketidakpastiannya berkurang,
maka berkurang pula upaya pencarian informasi (hungaan positif)
5) Hubungan
dengan resiprositas : semakin tinggi ketidakpastian, maka semakin tinggi
seseorang itu menggunakan strategi omunikasi yang timbal balik (hubungan
positif)
6) Hubungan
ketidakpastian dengan persepsi akan kesamaan dean ketidaksamaan : semakin
seseorang memersepsi lawan bicara banyak mempunyai kesamaan, semakin berkurang
ketidakpastiannya (hubungan negatif)
7) Hubungan
ketidakpstian dengan perasaan suka (liking( : perasaan saling menyukai akan
meningkat jika perasaan ketidakpastian berkurang (hubungan negatif)
G.
Teori
Uncertainty Reduction dalam Praktik PR
Berdasarkan teori uncertainty reduction,
Heath (2005) menyarankan praktisi PR
untuk
meminimalkan ketidakpastian dengan menerapkan strategi komunikasi sbb :
meminimalkan ketidakpastian dengan menerapkan strategi komunikasi sbb :
-
Mengumumkan berbagai
perubahan sedini mungkin bagi semua
publik yang mungkin merasakan dampak perubahan
-
Memfasilitasi
partisipasi staf dalam proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu
maslah
-
Menjaga agar aliran
informasi terjadwal dengan baik
-
Jika tidak dapat
menyediakan informasi dengan baik, PR harus mememberikan penjelasan alasannya
-
PR harus menjelaskan
segala kebijakan/keputusan yang diambil manajemen, termasuk latarbelakang
diambilnya keputusan itu.
-
Selalu menjaga
kepercayaan publik terhadap organisasi
6. SITUATIONAL THEORY
OF THE PUBLICS
A.
Teori
Situasional of The Publics : Teori Tentang Publik
Teori ini bermanfaat untuk
mengidentifikasi publik sehingga dapat membuat kategori publik berdasarkan
perilaku komunikasi dan individu dan efek komunikasi yang diterima individu
tersebut. Teori ini membantu PR untuk membuat target sasaran yang lebih
spesifik, sehingga pesan komunikasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan
sasarannya itu. Berdasarkan teori ini, spesifikasi khas publik dari stakeholder
adalah berdasarkan perilaku dan komunikasinya. James E. Grunig penggagas teori
ini menggunakan istilah publics
dengan “s” (jamak) untuk merujuk kepada kelompok yang menjadi sasaran program
PR. Grunig membedakan istilah publik dengan stakeholder. Stakeholder adalah kategori umum dari
orang-orang yang berpotensi dipengaruhi oleh aktivitas dan kepurusan
organisasi, sedangkan publik merupakan kelompok yang lebih spesifik dari kumpulan
stakeholder. Secara umum, teori ini mendeskripsikan sikap dan perilaku
komunikasi publik terhadap organisasi.
Menurut Grunig (1979: 741), teori
situational of the publics (STP) mempunyai beberapa asumsi dasar, yaitu :
1) Individu
yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten dan cenderung
sama jika mereka berada pada situasi yang sama
2) Persepsi
seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan, mengapa dan bagaimana dia
merespons dan mengomunikasikan situasi tersebut.
3) Setiap
individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dengan cara tertentu
4) Publik
bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi
5) Karena
bersifat situasional, masalah/ isu bersifat dinamis
B.
Tipe-tipe
Publik
Grunig membangun teori ini berdasarkan
ide dari Dewey tentang evolisi perkembangan publik. Menurut Dewey, publik
mengalami perkebagan berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesadaran akan masalah
dan aspek bentuk-benuk respon terhadap masalah itu. Berdasarkan 3 aspek
tersebut, Grunig membagi populasi umutm (stakeholder) menjadi 3 mcam tipe
publik, yaitu :
a) Publik
tersembunyi (latent public)
b) Public
teridentifikasi (aware public)
c) Public
aktif (active public)
Berdasarkan sifat situasional publik, ada beberapa
kategori publik lagi, yaitu :
a) All
issue public
b) Apathetic
public
c) Single-isuue
public
d) Hot-issue
public
C.
Variabel
Perilaku Komunikasi dan Persepsi Situasional
Menurut
Grunig (1979() teori ini terdiri dari dua variable pokok, yaitu :
1) Variabel
Independen : Persepsi Situasional
Yaitu variable
persepsi publik terhadap suatu situasi (situational perception)
Digunakan untuk
menjelaskan :
-
Kemungkinan perilaku
komunikasi yang akan terjadi
-
Di situasimana
pemrosesan & pencarian informasi terjadi
-
Mengidentifikasi publik
-
Mendeskripsikan
perilaku komunikasi dari publik
Sub variable : problem recognition, constant
recognition, referent criteria, dan level of involvement
2) Variabel
Dependen : Perilaku Komunikasi
Sub variable
:Pencarian informasi (information seeking) yang bersifat aktif, dan pemrosesan
informasi (information processing) yang bersifat pasif.
Hasil kombinasi
empat tipe persepsi ssituasional, yaitu :
-
Problem facing behavior
-
Constrained behavious
-
Routine behavior
-
Fatalistic behavior
D.
Teori
Situasional of The Publics
Teori
ini membantah praktisi PR untuk menjelaskan mengapa ada publik yang bersifat
aktif terhadap suatu isu, beberapa isu, ataupun yang berisfat tidak mau tahu.
Pengetahuan terhadap sifat perilaku komunikasi publiknya apakah aktif atau
pasif terhadap suatu isu akan membantu praktisi PR dalam:
-
Menentukan jeni media
komunikasi yang tepat
-
Jika publik bersifat
aktif, praktisi dapat menggunakan mdia yang lebih terspesialisasi
-
Merencanakan stategi
komunikasi dalam menyusun pesan-pesan komunikasi
-
Jika publik akitf
mencari informasi, gaya & kreativitas pesan tidak terlalu penting
-
Membuat segmentasi
publik berdasarkan perilaku komunikasinya apakah aktif/tidak
-
Sebagai antisipasi
terjadinya masalah yang besar.
7. TEORI STRUKTURASI :
Reproduksi Struktur dalam Organisasi
A.
Teori
Strukturasi dalam Konteks Organisasi
Teori
yang digagas oleh Anthony Giddens pada 1984 dibangun berdasarkan teori
interaksi social. Giddens membangun teori ini berdasarkan pandangannya bahwa
individu mempunyai kemapuan mengubah struktur social. Struktur dalam system
social seperti norma-norma kelompok, jaringan komunikasi, institusi social,
ataupun pergaulan memengaruhi individu dan perilaku individu juga bisa
memengaruhi struktur-struktur tersebut. Proses memproduksi dan mereproduksi
struktur disebut strukturasi. DEngan demikian, komunikasi dalam suatu system
social merupakan hasil produksi perilaku komunikasi individu dan struktur
social perilaku social.
Teori
strukturasi diadopsi oleh Marshall Scott Poole dan Robert Mcphee untuk
menerangkan proses komunikasi organisasi karena mendeskripsikan bahwa institusi
social diprosuksi, di reproduksi, ditransformasi melalui aturan social. Menurut
Poole & Mcphee (2005), organisasi emiliki struktur tertentu karenanya
struktur merupakan ciri khas suatu organisasi. Karena organisasi berisfat
dinamis, struktur di dalam organisasi bukanlah sesuatu yang permanen. Struktur
mesti di evaluasi. Proses membentuk, menjaga, dan mengubah struktur inilah yang
disebut strukturasi.
B.
Asumsi
Teori Strukturasi
Asumsi
pokok teori strukturasi menurut Giddens (1979) :
1) Manusia
adalah actor (agen) yang menentukan pilihan sendiri atas perilakunya
2) Organisasi
diproduksi dan direproduksi melalui struktur dalam interaksi social
3) Stuktur
bukanlah entitas fisik, melainkan seperangkat aturan (rule), sumber daya
(resource) yang digunakan untuk mencapai tujuannya.
4) KArena
struktur bersifat dinamis maka dalam organisasi, struktur bukan hanya dibentuk
pada awalnya saja (produced) tetapi juga mengalami proses pembentukan kembali
(reproduces)
5) Struktur
sering dipinjam darikelompok yang lebih besar
6) Semua
interaksi social memuat 3 elemen : pemaknaan, moralitas, dan kekuasaan
7) Komunikasi
berperan sebagai media dan hasil interaksi
C.
Dualitas
Struktur
Di satu sissi, teori ini berpendapat
bahwa melalui proses strukturasi I, individu bebeas dalam memilih perilaku komunikasi
sheingga tercipta struktur tertentu. Tetapi di sisi lain, setelah di reproduksi menjadi lebih formal, struktur itu akanmengikat dan membatasi interaksi mereka
selanjutnya. Sruktur organisasi dibuat oleh angota organisasi dan ditempatkan
serta diubah sesuai konteks ruang dan waktu. Peran praktisi PR yaitu menjadi
mediator yang meghubungkan antara struktur disatu sisi dan agency di sisi
lainnya, sehingga dualitas struktur berjalan harmonis.
D.
Teori
Strukturasi dalam Praktik PR
Berdasarkan teori ini, proses PR sebagai
suatu proses komunikasi yang dinamis di makna bukan hanya dilakukan oleh
praktisi PR, melainkan oleh semua realita social sehingga menciptakan
pengertian bersama (shared-meaning). Peran praktisi PR yaitu mengakomodasi dan
mengarahkan proses strukturasi agar tidak melenceng ari tujuan organisasi.
Proses mengarahkan strukturasi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi gerak
anggota organisasi tetapi untuk mencapai keseimbangan kerja.
8. TEORI MOTIVASI DAN
GAYA MANAJERIAL
Proses
yang terjadi dalam suatu organisasi sangan ditentukan oleh pemahaman para
manajertermasuk praktisi PT pada teori motivasi. Pada dasar nya manajemen
merupakan seni memotivasi orang lain agar melaksanakan apa yang dikehendaki
manajer.
A.
Teori
Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi dari Abraham maslow ini meyebutkan beberapa
tingkatan kebutuhan yang harus dipenuhi agar seseorang merasa terpuaskan, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial,
kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan
teori ini, karyawan akan termotivasi tinggi jika semua kebutuhannya mulai dari
tingkatan terendah hingga tingkatan kelima disediakan oleh manajemen.
B.
Teori
X dan Y
Douglas mcgregor (1967)
mengenalkan dua macam teori motivasi yang juga menentukan gaya manajerial
seorang manajer yaitu:
·
Teori X berasumsi
setiap individu mempunyai pembawaan surat tidak suka bekerja (tidak memiliki
motivasi untuk bekerja) , karena itu pemberian motivasi dari pihak luar sangat
diperlukan.
·
Teori Y yang
mengasumsikan bahwa individu secara alami mempunyai keinginan dan kebutuhan,
salah satunya kebutuhan untuk bekerja, disini peran manajer lebih mendorong dan
menyediakan peluang agar kebutuhan dan keinginan itu terpenuhi.
C.
Teori
V
Ward L. Quaal dan James A. Brown (1976)
menyampaikan teori V memandang proses manajerial sebagai proses relasi dua arah.
D.
Teori
Kesehatan-Motivator
Digagas oleh Federic Herzberg, dalam
teori nya terdapat dua factor kepuasan dan ketidakpuasan kerja yaitu factor
motivator seperti penghargaan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan, prestasi
kerja, pekerjaan itu sendiri dan peluang pengembangan diri. Factor kesehatan
seperti gaji, supervise, keamanan kerja, kebijakan organisasi, kondisi
lingkungan kerja, administrasi dan relasi dengan rekan kerja. Dengan kata lain,
teori kesehatan motivasi masyarakat perlunya kondisi kerja yang baik,
komunikasi antar pribadi yang harmonis agar para anggota organisasi betah
didalamnya
E.
Empat
Gaya Manajerial dari Likert
Teori
ini menjelaskan 4 gaya manajerial berdasarkan beberapa variable manajerial
yaitu motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, pengawasan, level
tanggungJawab, dan kinerja. Empat gaya
manajerial tersebut antara lain :
1. Sistem
1 : Gaya penguasa mutlak
2. Sistem
2 : Gaya semi mutlak
3. Sistem
3 : Gaya penasihat
4. Sistem
4 : Gaya pengajak serta
F.
Aplikasi
Teori Motivasi dalam Praktik PR
Teori motivasi
memberikan informasi bahwa karyawan memiliki kebutuhan yang bersifat universal,
artinya setiap karyawan memiliki kebutuhan. Tugas PR selanjutnya antara lain :
1) Memahami
apakah kebutuhan itu telah terpenuhi atau belum
2) PR
menyampaikan keutuhan karyawan itu kepada manajemen
3) Merancang
program komunikasi yang bisa mendorong peningkatan motivasi kerja karyawan
4) Mendorong
iklim komunikasi organisasi ayng kondusif.
9. TEORI RELATIONSHIP MANAGEMENT : Upaya Menjaga
Relasi Saling Menguntungkan
A.
Manajemen
Relasi : Inti Public Relations
Teori
ini fokus membahas proses manajemen relasi antara oganisasi dan publiknya,
internal maupun eksternal, karenanya teori ini juga dikenal sebagai pusat atau
inti PR. Teori inijuga dikenal sebagai teori organization-public relationship
(OPR) karena komunikasi ditujukan untuk menjaga keuntungan yang bisa dirasakan
para peserta komunikasi, organisasi, dan publik, yaitu ada suatu keseimbangan
kepentingan antara keduanya.
Teori
ini pada dasarnya merupakan pengembangan teori excellence. Perbedaannya, OPR
mengacu pada BOtan&Hzleton (2016: 13), lebih memandang publik sebagai
“co-creators” of meaning and interpretation and goals.cSdangkan teori
excellence lebih fokus membahas indicator keseluruhan aktivitas PR yang bisa
mecapai keefektifan operasional orgaisasi.
Didasarkan
paradigm co-creational, teori relationship management menganggap manajemen
relasi yaitu fungsi sentral PR. Komunikasi dietmpatkan sebagai alat untuk
membangun relasi, dan proram di evaluasi berdasrkan dampaknya pada relasi
antara organisasi dan publik. Dengan kata lain, teori relationship management
mengubah fokus bahasa PR dari komunikasi relasi, dengan komunikasi berperan
sebagai inisiasi, mengembangkan, dan memelihara OPR.
B.
Prinsip
Dasar Manajemen Relasi
Prinsip
manajemen untuk membangun relasi menurut teori relationship management harus
berdasarkan beberapa prinsip dasar, sbb:
1) Fokus
utama PR yaitu membangun relasi
2) Relasi
yang berhasil jika didasarkan upaya meraih keuntungan bagi kedua pihak
organisasi dan publik.
3) Organization
public relationship bersifat dinamis sehingga selalu berubah setiap saat
4) Relasi
didorong oleh kebutuhan dan keinginan dari organisasi dan publik
5) MAnajemen
OPR yang efektif akan meningkatkan pemahaman dan keuntungan bagi organisasi
danpublik
6) Keberhasilan
OPR diukur berdasarkan kualitas relasi, bukan produksi da penyebaran pesan
7) Komunikasi
yaitu alat strategi memanajemen relasi, tetapi komunikasi tidak dapat menjaga
relasi jangka panjang tanpa diiringi perilaku organisasi
8) OPR
dipengaruhi oleh sejarah relasi, sifat interaksi, frekuensi pertukaran, dan
resiprositas (saling timbal balik)
9) OPR
dapat dikategorikan beberapa jenis yaitu relasi personal, relasi professional,
relasi komunitas, baik bersifat simbolis maupun perilaku.
10) Penciptaan
relasi data terjadi dalam berbagai aspek kajian dan praktik PR
Teori ini dapat diterapkan dengan
model SMARTS (Ledingham, 2005;2006) yaitu: Scan (analisis atau memonitor
lingkungan;) Map (perencanan); Act
(memproduksi atau melakukan inisiatif dan mengujinya); Rollout (implementasi);
Track (mengevaluasi keberhasilan inisiatif); dan Steward (menyesuaikan atau
memonitor dan menjaga kualitas.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations
Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
No comments:
Post a Comment