Monday, April 10, 2017

TEORI TEORI PUBLIC RELATIONSHIP

Oleh :Indana Zulfa155120201111053



1. TEORI SISTEM DAN FUNGSI BOUNDARY SPANNING

A. Perkembangan Teori Sistem
Teori sistem memfokuskan perhatian untuk memahami bagaimana kualitas fungsi yang dijalankan setiap sistem dalam suatu relasi dinamis denga sistem sistem lainnya. Teori sistem menjelaskan esensi dasar kehidupan, yaitu penting nya menjalin hubungan social, menjalin hubungan sosial yang baik merupakan hasil interaksi sosial, yaitu dalam hal ini adalah interaksi antara organisasi dan publiknya. Jika teori sistem ini diterapkan, maka prinsp pokok yang berlaku yaitu organisasi merupakan salah satu bagian (subsistem) dari suatu sistem sosial yang lebih kompleks, karenanya saling berhubungan, saling tergantung dan memengaruhi satu sama lainnya. Dengan demikian, menjalin hubungan merupakan hal yang inheren (integral) dalam suatu sistem.
Teori sistem diadopsi dari
biologi yang digagas Ludwig von Bertalanffy pada tahun 1940-1950-an. Bertalanffy mengatakan pentingnya saling keterhubungan antara semua elemen tubuh. Dari biologi, teori sistem berkembang menjadi teori yang interdisipliner dan diadopsi beberapa pakar bidang ilmu yang berbeda, seperti Kenneth Boulding (ekonomi), Anatol Rapoport (matematika), Rushell Ackoff (arsitektur), West Churchman (manajemen), Talcott parsons (sosiologi). Littlejohn (1992) menyebut teori sistem tidak dapat disebut teori yang khusus membahas komunikasi, tetapi mempunyai aplikasi penting bagi studi kumunikasi dan peristiwa sosial lainnya. Teori sistem menurut Heath (2009), berguna untuk memahasi proses Public relations. Teori sistem tidak focus membahas pesan etik, bahasa dan pemaknaan yang terkandung dalam pesan. Teori sistem juga mengadopsi pemikiran Darwin tentang evolusi. Asumsi dasar teori evolusi di terjemahkan sistem melalui asumsinya bahwa organisasi melalu public relations perlu membangun dan menjaga relasi serta beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan
B. Komunikasi Sebagai Perekat Sistem
            Organisasi yaitu suatu sistem yang didalamnya terdapat hubungan (interaksi) antar bagian atau komponennya. Sistem diluar suatu sistem yang lain disebut sebagai lingkungan. Hubungan dan interaksi antar bagian (subsistem) dalam suatu sistem dan antara sistem dan sistem yang lain memungkinkan terjadinya pertukaran input dan output. Menurut Kreps (1990-1994), “output sistem tidak pernah sama dengan inputnya”. Organisasi memproses input untuk menghasilkan output yang akan membantu pencapaian tujuannya. Proses bisa diartikan sebagai interaksi antar sub sistem dalam merubah input menjadi output. Perekat interaksi yaitu komunikasi, seumpama darah bagi langgengnya hubungan dan kerja sama dalam sistem. Dengan kata lain, komunikasi membuat sistem tetap hidup dengan cara mengoordinasikan bagian bagian sistem. Sebagai salah satu sistem, organisasi memiliki karakteristik yang dimiliki setiap sistem sosial, yaitu:
      a)      Keseluruhan dan saling bergantung
      b)      Hierarki
      c)      Peraturan sendiri dan control
      d)     Pertukaran dengan lingkungan
      e)      Keseimbangan
      f)       Perubahan dan kemampuan adaptasi
      g)      Sama tujuan

            C. Public Relations Sebagai Subsistem Dalam Organisasi
Praktisi Public relations dapat menjadikan teori ini sebagai dasar menjalin hubungan dengan publiknya. Kajian Public relations berdasarkan teori sistem pertama kali dibangun oleh James Grunig (1984). Definisi yang disampaikan grunig lebih focus pada aktivitas public relations yang membantu manajemen dalam mengelola kumunikasi dan mendukung interaksi antara organisasi dan publiknya. Definisi ini berangkat dari asumsi organisasi adalah suatu sistem yang saling berhubungan dengan sistem lainnya diluar dirinya. Manajemen komunikasi yang dilakukan Publik Realations juga sebagai cara untuk menyampaikan informasi (aspirasi) publik kepada organisasinya (sebagai bagian dari suatu sistem)
Dalam definisinya, Grunig tidak focus kepada jenis aktivitas yang dilakukan oleh public relations, efek dari aktivitas Public relations terhadap publiknya, maupun sisi tanggung jawab praktek Public relations. Melalui definisi itu, setiap upaya manajemen komunikasi dapat disebut Public relations terlepas apakah bersifat persuasive atau informasi, berhasil mempengaruhi publik atau tidak, dan bersifat etis atau tidak.
Teori sistem menganggap bahwa aktivitas organisasi mengakibatkan konsekuensi (dampak) dari publiknya. Sebaliknya, tindakan publik sebagai respon terhadap aktivitas oranisasi yang menimbulkan konsekuensi tertentu bagi organisasi. Konsekuensi ini disebut sebagai “reciprocal consequences”, yaitu muncul nya masalah saat berhubungan dengan publik (Grnig and Hunt, 1984:10). Untuk mengatasi masalah yang muncul, organisasi membutuhkan subsistem public relations yang dapat menjalin komunikasi antara organisasi dan publik
Public relations pada dasarnya adalah fungsi komunikasi dai manajemen agar komunikasi mengadaptasi, mengubah atau menjaga lingkungan nya agar tetap selaras dengan tujuan dan mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan teori sistem terdapat dua sistem komunikasi, yaitu:
   - Sistem komunikasi internal, adalah proses pertukaran di lingkup internal organisasi
   - Sistem komunikasi eksternal, adalah proses pertukaran antara organisasi dengan publik eksternal
           Sistem teori sebagai pondasi bahwa proses Public relations merupakan aktivitas yang lebih dari sekedar persuasi, tetapi juga mendorong organisasi untuk terbuka, membuka komunikasi dua arah dan mementingkan terciptanya pemahaman bersama dan bersedia mengubah sikap dan prilaku dalam proses adaptasi terhadap lingkungan. Hubungan antar organisas dan lingkungannya bersifat saling memengaruhi. Lingkungan mempunyai kemampuan “mengganggu” aktivitas organisasi. Sebaliknya, aktivitas organisasi juga dapat “mengganggu” lingkungannya

D. Peran Public Relations Dalam Menjalin Hubungan
            Menurut teori public relations mi emiliki kemampuan untuk memengaruhi fungsinya keseluruhan sistem organisasi (Laborde, 2005). Berbagai aktivitas menjalin dan merekatkan hubungan antara subsistem, menjadikan public relations memegang peranan penting dalam organisasi. Menurut Lattimore (2007), terdapat dua peran yang diharapkan dilakukan secara terus menerus oleh public relations yaitu:
-    Peran teknisi, yaitu hal hal yang menyangkut pekerjaan teknis seperti menulis, press-release, membuat    newsletter, fotografi, membuat produksi audiovisual dan menggelar event
-    Peran manajerial, yaitu berkaitan dengan aktivitas membantu manajemen dalam mengidentifikasi dan    memecahkan masalah.
Dalam menjalankan peran manajerial, PR bertindak sebagai:
·      Seorang ahli yang mampu mendefinisikan masalah, mengusulkan alternatif solusi dan upaya solusi

·      Seseorang yang menjadi mediator dan fasilitator yang menyediakan saluran komunikasi dua arah antara      organisasi dengan publiknya (communicationfacilitator)
·      Seseorang yang mampu bertindak sebagai partner, mitra atau teman bagi manajemen senior dalam upaya    mengatasi berbagai persoalan yang menimpa organisasi (problem-solving facilitator) (Lattimore, dkk,  
   2007:53white & Dozier, 2008:104)
Aktivitas public relations sebenarnya melekat pada semua elemen sistem. Prilaku setiap anggota sistem berpotensi mempengaruhi sistem itu sendiri dan sistem yang lainnya. Bagaikan tubuh manusia, jika tangan sakit maka tubuh yang lainnya juga ikut merasakan. Karenanya, aktivitas public relations dapat dibagi ke dalam dua perspektif:
a)   PR sebagai metode komunikasi, yaitu kegiatan public relations yang dilakukan melalui divisi public    
      relations, organisasi mempunyai divisi khusus PR
b)       PR sebagai teknik komunikasi, yaitu sebagai prilaku anggota organisasi berpotensi memengaruhi citra  
       tertentu dimata publik

E. Aktivitas Boundary Spinning
Teori sistem menganalogikan organisasi sebagai sebuah lingkungan. Publik relalations adalah penjaga lingkaran agar masalah tetap berada di lingkungan dan diselesaikan didalam lingkaran. Public relations menjadi penghubung antara subsistem yang satu dengan yang lainnya. Sebagai manajer komunikasi, public relations selalu memproses informasi yang diperoleh dari aktivitas memonitoring lingkungan. Publik relation mesti memahami kebijakan manajemen sehingga dapat menjelaskan kepada publiknya
Dalam interaksi dalam organisasi dan lingkungannya, public relations mempunyai fungsi sebagai penghubung antara organisasi dan lingkungannya, yang dikenal sebagai fungsi “Boundary Spanning”. Melalui fungsi ini, public relations berinteraksi dengan lingkungannya untuk monitoring, seleksi dan menghimpun informasi. Aktivitas melaksanakan fungsi yang dilakukan seorang praktisi public relations mencakup antara lain:
·      Menjelaskan informasi tentang organisasi kepada publik
·    Memonitoring lingkungannya sehinga mengetahui apa yang terjadi dan menginterpretasikan isu isu yang potensial memengaruhi aktivitas isu manajemen
·  Membangun sistem komunikasi dua arah dengan publiknya agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya
Untuk dapat melaksanakan aktivitas “boundary spanning”, praktisi PR harus menjadi bagian dari “dominant coalition” departemen PR harus mempunyai jalur komando langsung kemanajemen puncak, memungkinkan praktisi public relations memahami apa yang ada dipikiran manajemen dan alasan dibalik pengambilan kebijakan oleh manajemen. Dengan kata lain, dengan memahami prilaku komunikasi CEO, PR dapat menyesuaikan strategi komunikasi

F. Sistem Terbuka dan Tertutup
v Sistem terbuka yaitu sistem yang membuka diri untuk proses tukar menukar informasi dan sumber daya dengan lingkungannya. Disini, praktisi PR menganggap bahwa publik merupakan bagian vital dari lingkungannya. PR bertugas untuk mengevaluasi kualitas hubungan antara organisasi dan publiknya
v Jika praktisi PR lebih banyak memproduksidan menyampaikan informasi dengan tanpa atau sedikit sekali memperlihatkan umpan balik publiknya, maka itu adalah ciri organisasi dengan sistem tertutup, artinya organisasi enggan membuka diri berinteraksi dan tukar menukar input dan sumberdaya dengan organisasi lainnya
    
2. TEORI EXCELLENCE IN PUBLIC RELATIONS : Standar Kualitas Proses Public Relation
A.    Model Public Relattions
Model ini diperkenalkan oleh James Grunig dan Hunt dalam buku Managing Public Relations (1984). Keduanya mengidentifikasi empat model yang diterapkan praktisi public relations dalam menjalin hubungan public. Keempat model tersebut adalah :
1)      Model Press Agentry / Publisitas
Jika praktisi PR menerapkan  model ini, berarti proses diseminasi informasi bergerak satu arah (one-way communication) dari organisasi kepada publiknya. PR lebih banyak melakukan propaganda atau kampanye untuk tujuan publisitas media yang  menguntungkan pihaknya.
2)      Model Public Information
Bersifat satu arah, penyebaran informasi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan publik bukan untuk publisitas. Hanya sajainformasi yang disampaikan diseleksi yang bersifat menguntungkan organisasi. Tujuannya memabngun kepercayaan publik dengan memberikan informasi tanpa mementingkan persuasif untuk mengubah sikap.
3)      Model Two–Way Asymmetric
Menurut model ini, praktisi PR dapat membantu organisasi meersuasu publik agar berpikir dan bertindak seperti yang dikehendaki organisasi. Disebut juga “persuasive communication”. Agar persuasi ini berjalan baik, perlu emahaman terhadap sikap dan karakteristik publik.
4)      Model Two–Way Symmetric
Model ini lebih memandang komunikasi sebagai transaksi antara person dan person lain. Dengan kata lain, organisasi menganggap publik bukan sebatas ‘penerima’ yang pasif tetapi publik juga dapat berubah peran sebagai ‘sumber’.

B.     Karakter Organisasi dalam Model Asymmetric dan Symmetric
Menurut Grunig (1989: 32-33; 38-39) dan Grunig & White (1992: 43-44), model asymmetric biasanya terjadi pada organisasi ayng mempunyai karakteristik :
-          Berorientasi internal
-          Memiliki system tertutup
-          Efisiensi & kontorl atas segala biaya lebih penting dibandingkan kebutuhan akan inovasi.
-          Bersifat elitisme
-          Konservatif
-          Kewenangan terpusat
Karakteristik organisasi model asymmetric, yaitu :
-          Interdependen
-          Sistem terbuka
-          Bergerak menuju ekuilibirium
-          Mempunyai sifat kesederajatan/kesetaraan yang tinggi
-          Memberikan otonomi kepada anggota organisasi
-          Lebih mengedepankan novasi
-          Desentralisasi manajemen
-          Setiap anggota organisai menyadari konsekuensi dari setiap tindakannya
-          Konflik ditangani melalui komunikasi, negoisasi, dan kompomi.

C.    Pendekatan Strategis dan Dialogis
Dua strategi dalam memperlakukan publik, yaitu :
1)      Pendekatan strategis, publik diperlakukan sebagai penerima yang pasif (passive-receiver) dari pesan-pesan yang disampaikan organisasi
2)      Pendekatan dialogis, publik diberi kesempatan luas untuk secara aktif dan setara berpartisipasi di dalam dialog dengan organisasi.

D.    Teori Dialogis Public Relations
Model dialogis memandang dialog sebagi elemen kunci membangun hubungan baik antara organisasi dan publik. Kent & Taylor (2002) mendeskripsikan prinsip dasar konsep dialogis public relations, yaitu mutualitas, propinquity, empati, resiko, dan komitmen.

E.     Aplikasi Model dalam Praktik Public Relations
     J. Grunig & L. Grunig mengungpkan bahwa keempat model mempunyai dua fungsi bagi organisasi, yaitu sebagai strategi PR dalam berhadapan dengan sekelompok publik tertentu dalam situasi tertentu sebagai bagian dari budaya/ideology organisasi.
Model two-way symmetric memiliki prinsip bahwa organisasi di mungkinkan memersuasi publik sebanyak mungkin agar publik mengubah sikap dan perilakuknya. Presss-agentry bisa digunakan terutama jika ingin memperoleh tingkat awareness yang tinggi teradap program atau produk baru, dipadu dengan strategi komunikasi pemasaran lainnya. Prinsip press-agentry yang penting yaitu membangun relasi media dan mengelola event untuk mendapatkan publisitas positif. Prinsip model publik information, seperti menyediakan informasi yang akurat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya pers.

F.     Teori Excellence in Public Relations
Teori excellence merupakan pengembangan dari empat model PR dan teori situational of the public, yang lebih menekankan pada aspek negoisasi dan kompromi. Teori Excdllence meganggap PR bukan lagi sekedar alat persuasif tetapi sebagai profesional yang melaksanakan peran sebagai manajer yang menguunakan penelitian dan dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya. Dengan kata lain, PR adalah fungsi manajemen yang membantu organisasi berinteraksi dengan komponen social dan politik di lingkungannyanya. Peran manajer ini menurut Lattimore, dkk. (2007), mencakup tiga hal : expert prescriber (konsultan), communication facilitator (gate keeper), dan problem-solving facilitator.
Teeori excellence tidak lepas dari kritik, karena dinilai model nomatif ini sulit dikemukakan dalam praktik PR. Cameron, dkk. (2001), Cancel, dkk. (1997), Reber & Cameron (2003) ialah pakar yang mengkritik model two-way symmetric, yang dianggap sulit bagi organisasi hanya fokus menerapkan model two-way symmetric. Mereka menawarkan teori baru, yaitu Contingency Theory of Acommodation in PR (teori CA). Grunig mengaanggap kehadiran teori Ca bukanlah bersebrangan dengan model two-way symmetric tetapi untuk memperluas penjelasan dari model two-way symmetric-nya.
Teori excellence menunjukkan bahwa PR berkontribusi dalam membangun hubungan yang baik dengan lingkungannya. Kualitas PR kemudian dapat diukur dengan cara mengevaluasi kualitas hubungan dan publik dalam kontinium tertentu . Model tersebut menunjukkan adanya tiga tipe PR diukur dari tingkatan ke-excellence-annya, yaitu :
              1)     Tipe asymmetric murni, digunakan untuk memengaruhi publik

              2)     Tipe kooperasi murni, menggunakan komunikasi untuk meyakinkan koalisi dominan untuk
              menerima 
posisi publik.

             3)       Tipe two-way symmetric, menggunakan komunikasi untuk memengaruhi koalisi dominan dan
              publik 
untuk menerima kondisi “win win solution”.

              Berdasarkan penjelasan diatas, inti dari kajian teori excellence adalah :
a)      Menjelaskan arti penting PR bagi organisasi dan masyarakat
b)  Organisasi dituntut menyelesaikan masalah dan memenuhi tujuan stakeholder sebaik ketika menyelesaikan masalah dan memenuhi tujuan organisasi
c)  Agar dapat diterima secara social, organisasi harus memahami karakteristik stakeholder & publiknya
d)     Organisasi mesti berkomunikasi ssecara simetris dengan publik untuk membangun hubungan
jangka pajnag yang berkualitas
Agar dapat menghasilkan proses PR yang xcellence, teori excellence memberikan sepuluh premis/prinsip, yaitu :
1)      Organisasi mesti melibatkan aktivitas PR dalam fungsi strategis manajemen
2)      PR mesti mendapatkan akses langsung ke dalam kelompok dominan dan dapat langsung berkomunikasi dengan manajer senior, seperi CEO
3)      Organisasi mesti mempunyai fungsi PR yang terintegrasi kedalam satu departemen sendiri
4)      PR yaitu fungsi manajemen yang terpisah  dari fungsi manajemen yang lain
5)      Manajer PR haruslah seorang yang bercirikan “manajer komunikasi” bukan “teknisi komunikasi” (manajerial).
6)      Mengadopasi model two-way symmetric sebagai basis utama menjalin relasi public
7)      Sistem komunikasiinternal bersifat two-symmetric
8)      Fungsi PR model symmetric, peran manajerial, pelatihan akademik PR, dan profesionalitas dilaksanakan dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang memadai
9)      Adanya diversitas peran dalam menjalankan fungsi public relations
10)  Dalam menjalankan fungsinya, praktisi PR harus mengutamakan kode etik dan integritas profesi

G.    Model Manajemen Strategi PR
Berikut model manajemen strategis PR menurut Grunig & Repper (2008: h. 124) :
1)      Stakeholder stage, organisasi mempunyai relasi dengan stakeholder jika aktivitas organisasi dan stakeholder saling memengaruhi
2)      Public stage, publik terbentuk jika stakeholder menyadari beberapa pengaruhinteraksinya dengan organisasi memunculkan masalah dan berusahan melakukan aktivitas tertentu untuk meresponsnya
3)      Issue stage, PR diharap mengantisipasi isu-isu terkait organisasi dan mengidentifikasi respons publik terhadap isu-isu tersebut.


3. TEORI CONTINGENCY OF ACOMMODATION IN PUBLIC RELATIONS
A.    Kritik Pelengkap Teori Excellence
Teori Contingency of Acommodation in PR (CA) berkembang sebagai kritik atas model two-way symmetric dalam teori excellence. Para  penggagas teori CA yaitu Glen T. Cameron,  Fritz Cropp,  Bryan Rebeer, Amanda E. Cancel, Lynee Sallot dan Michael Mitrook (1997; 2001; 2003). Menurut penggagasnya, teori CA adalah  modifikasi dan pelengkap dari teori normative (teori excellence). Karena berdasarkan kontinium tertentu, CA dianggap merupakan potret yang lebih realistis dan strategi PR atau model PR.
Teori CA mengatakan bahwa win win solutions yang ditawarkan model two-way symmetric tidak selamanya merupakan kondisi ideal bagi organisasi, bahkan sulit untuk mencapainya. Teori CA secara umum menjelaskan bahwa hubungan organisasi dan publiknya tidak dapat benar-benar mencapai posisi two-way symmetric, karena dalam praktiknya, ada beberapa factor yang membuat model symmetric yang di formulakan Grunig (Teori Excellence) sulit diterapkan, antara lain: berkaitan dengan hukum, misalnya ada beberapa hal yang tidak memungkinkan untuk disampaikan ke publik dan termasuk anggapan bahwa memenangkan publik/stakeholder menang yaitu tidak etis (Reber & Cameron, 2003). Dengan kata lain, teori CA beranggapan bahwa two-way symmetric dan win win solution sulit diterapkan sebagai bentuk ideal, karena dalam dalam kenyataan factor aturan / legal sering tidak memungkinkan publik menang.
Perbedaan antara teori CA dengan teori excellence terletak pada pemaknaan apakah model two-way symmetric masih dapat diterapkan atau tidak. Teori CA lebih  tegas dari teori excellence dalam memberikan batasan tentang posisi organisasi saat menjalin relasi dengan publik. Sedangkan teori excellence menganggap model symmetric sulit diterapkan, lkarena pada kenyataan relasi publik terjadi dalam kondisi PR memilih antara bersikap akomodasi dengan publik atau bersikap advokasi, sebagai pembela bagi organisasi.
B.     Kontingensi : Akomodasi dan Advokasi
Teori CA berdasarkan suatu kontinium antara akomodasi total dan advokasi total. Akomodasi dapat diasrtikan sebagai upaya memberikan dukungan dan pemeblaan terhadap kebijakan organisasi, layaknya seorang penasihat hukum.
Disebut Contingency karena keadaan antara bersikap akomodasi dan advokasi di pengaruhi oleh factor-faktor kemungkinan yang dapat terjadi setiap saat (dinamis) yang bersifat situasional. Teori ini menjelaskan bagian PR mengelola konflik dan menjaga hubungan dengan publik eksternal.
C.    Variabel Teori CA
Teori CA menekan kan bahwa sikapa / posisi PR pada kontinium bersfat dinamis dan sangat tergantung pada perubahan situasi yang terjadi. Perubahan situasi ini ditentukan oleh variable internal dan eksternal.
Variabel Eksternal :
1)      Ancaman – ancaman (threats)
2)      Lingkungan industry
3)      Level ketidakpastian kondisi social politik atau perubahan budaya eksternal
4)      Publik eksternal
5)      Isu yang dipertanyakan
Variabel Internal :
1)      Karakteristik organisasi
2)      Karakteristik departemen PR
3)      Karakteristik koalisi dominan
4)      Ancaman internal
5)      Karakteristik individual
6)      Karakteristik hubungan
Dalam perkembangannya, Cancel, dkk. (1999) melengkapi teori CA dengan mengenalkan dua variable baru yang menentukan kemungkinan bersikap akomodatif/advokasi di kalangan praktisi. Variabel tersebut :
a)      Variabel Predisposing
Yaitu variable yang memiliki pengaruh besar pada organisasi dengan membantu membentuk kecendrungan bersikap dalam menjalin relasi terhadap publik ekternal. Yang termasuk variable ini adalah :
-          Ukuran organisasi
-          Budaya organisasi
-          Terpaan bisnis
-          Afiliasi/akses dengan kelompok dominan
b)      Variabel Situasional
Yaitu  variable yang memengaruhi bagaimana organisasi mengubah sikap dan pediriannya terhadap publik eksternal akibat perubahan situasi. Yang termasuk variable ini adalah :
-          Ancaman, seperti berita negatif yang dimuat di media, intervensi pemerintah, persoalan hukum
-          Biaya dan keuntungan akomodasi
-          Keseimbangan kepentingan antara berbagai publik
-          Persepsi terhadap isu
-          Reputasi organisasi
-          Karakteristik publik eksternal dan tuntutan-tuntutannya

D.    Aplikasi Teori CA dalam Penelitian dan Praktik PR
Menurut Cameron, dkk. PR pada saat tertentu dapat menerapkan strategi secara bergantian : bersikap akomodatif atau bersikap advokatif, tergantung variable internal dan eksternal yang mana yang dominan. Dalam penelitian, teori CA ini dapat diterapkan secara kuantitatif maupun kualitatif. Teori ini dapat diterapkan dalam penelitian tentang krisis.

4. MENGUKUR GANGGUAN DENGAN TEORI MATEMATIKA KOMUNIKASI
           A.    Ragam Makna Informasi
Dalam interaksi sosial, masyarakat mendefinisikan arti informasi kedalam dua kelompok, yaitu:
·     Mendefinisikan informasi sebagai hasil proses komunikasi yang berupa fakta atau data. Dalam proses komunikasi, terjadi transfer pesan yang didalamnya terdapat perpindahan sejumlah fakta atau data yang dapat dipindahkan dari satu titik ketitik yang lain, melalui komponen komunikator hingga komunikan, dari satu individu ke individu yang lain
·    Informasi diartikan sebagai makna data atau symbol atau pesan. Informasi dianggap berbeda dengan data. Disini, informasi diartikan sebagai arti, maksud atau makna dikandung data atau symbol atau pesan

           B.     Teori dan Model Informasi Matematika
Teori informasi ini digagas oleh dua ahli matematika yang bekerja diperusahaan telefon bell, yaitu claude shanon dan weaver. Teori ini disebut juga model matematika shanon-weaver. Teori ini menggambarkan proses komunikasi antarmanusia sebagai proses transmisi yang linier antara komunikator kepada komunikan. Dalam proses arus perpindahan ini dimungkinkan tidak lancer karena adanya gangguan. Dimodel ini shanon dan weaver mengenalkan beberapa konsep yang saling berkaitan yaitu:
             a)      Konsep gangguan, diartikan sebagai salah satu mendistorsi pesan
             b)      Konsep entropy, diartikan sebagai situasi ketidakpastian
             c)      Transmitter, yaitu alat mengubah pesan menjadi signal
             d)     Sumber
             e)      Receiver, yaitu alat menerima sinyal
              f)       Destination, yaitu tujuan komunikasi
              g)      Informasi

           C.    Informasi : Alternatif Pilihan
     Seperti yang dikatakan shanon dan weaver bahwa informasi tidak hanya terkait dengan apa yang dikatakan dan apa yang dapat dikatakan. Karenanya informasi adalah ukuran dari kebebasan pilihan dari seseorang ketika dia memilih suatu pesan (1949:9). Menurut sevem dan tankard (2005), konsep informasi sangat terkait dengan konsep entropi dalam fisika.
Entropi dalam fisika berarti kondisi acak, yang dapat diartikan sebagai situasi yang belum dapat dipastikan. Mengutip dari littlejohn, informasi yaitu suatu pengukuran terhadap ketidakpastian dalam suatu sinyal (2009:512). Entropi semakin besar apabila berbagai pilihan alternative yang tersedia memiliki peluang yang sama untuk terjadi.
     Informasi memiliki beberapa karakteristik yaitu:
·         Dibutuhkan paling sedikit dua alternatif untuk memperoleh informasi.
·         Informasi bersifat memilih atau seleksi alternative.
·         Semakin seseorang dalam ketidakpastian, maka semakin banyak alternatif pilihan.
·         Informasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian.
·         Kualitas informasi sangat ditentukan oleh nilai kebenaran yang dikandaungnya.
Menurut Shannon dan weaver (1949), setiap pengguna alternative pilihan untuk mengurangi ketidakpastian dihitung dari angka. Pada awalnya dihitung secara matematis yaitu dengan saluran yang disebut biner (bit). Satu bit informasi sama dengan mengurangi 50% dari kesuluran alternatife yang tersedia.

           D.    Teori Informasi (Matematika Komunikasi) dalam Praktik &Penelitian PR
Teori informasi dari shanon dan weaver dapat diterapkan untuk mengukur ganguan atau hambatan yang terjadi dalam proses komunikasi antara organisasi dengan publiknya. Berbagai gangguan ini dapat menyebabkan kesalahan persepsi atau miscommunication sehingga pesan yang disampaikan oleh PR dipersepsi berbeda oleh publiknya. Upaya PR sebagai agen informasi juga perlu memperhatikan bagaimana menyiapkan informasi yang berkualitas. Informasi yang berkualitas memenuhi syarat sbb (sendjaja, 1998) :
·         Mampu memenuhi aspek kebutuhan informasi dari public
·         Informasi berkualitas juga berguna, bernilai, factual dapat dipercaya, ketepatan, dan  kebenarannya
·         Contohnya fenomenal munculnya rumor saat terjadi krisis yang menimpa organisasi. Kegagalan dalam mengintrol aliran informasi dapat menimbulkan ketidakpastian, kekawatiran dan kepanikan dalam public. Akibatnya berpotensi mencari dan menggali informasi dari berbagai sumber informasi lain yang bukan dari organisasi

5. TEORI UNCERTAINTY REDUCTION : Menjaga Ketersediaan dan Kualitas Informasi
           A.    Ketidakpastian Awal Keraguan
   Teori uncertainty reduction (TUR) menyatakan bahwa hidup ini penuh keragu raguan yang membuat ketidakjelasan. Teori ini diciptakan Charles berger dan Richard calabrese pada tahun 1975, menjelaskan bahwa bagaimana menggunakan komunikasi untuk mengurangi keragu raguan, memahami orang lain dan diri sendiri dan membuat diprediksi tentang prilaku orang lain saat pertama bertemu. Dengan kata lain, motivasi untuk mengurangi ketidakpastian saat berkomunikasi dengan orang lain. Ketidakpastian ini diartikan sebagai ketidakmampuan individu untuk memprediksi dan menjelaskan prilakunya dan prilaku orang lain. tujuan komunikasi yaitu meminimalkan ketidakpastian yang dirasakan orang tentang lingkungan sekitar. Terkait hal tersebut, setidaknya ada dua peran komunikasi, yaitu:
·         Kominasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang lawan bicara
·         Komunikasi digunakan untuk membuat prediksi atau penjelasan tentang makna prilaku lawan bicara
Maka dari itu, mengurangi ketidakpastian dipengaruhi beberapa factor antara lain pengalaman masa lalu, prediksi terhadap prilaku lawan bicara, pengetahuan umum tentang budaya lawan bicara

           B.     Level Pengurangan Ketidakpastian
Level ketidakpastian ditentukan oleh homofili antara peserta komunikasi. Homofili sebagai lawan dari heterofili yaitu situasi dimanan banyaknya kesamaan yang dirasakan oleh kedua pihak peserta komunikasi. Jika komunikator dan komunikan merasa menemukan kesamaan,bisa saling akrab, dengan dan komunikasi berjalan lebih lama sertamasing masing tidak terlalu focus mencari informasi yang lebih banyak tentang diri masing masing. Homofili ini juga sangat ditentukan oleh persepsi orang bahwa yang diajak bicara mempunyai banyak kesamaan. Dapat dikatakan bawah homofili merupakan salah satu yang membuat komunikasi efektif, karena tercapai nya situasi sama makna antara peserta komunikasi

           C.    Motivasi Mengurangi Ketidakpastian
Berger (1979) menjelaskan beberapa kondisi yang membuat level pengurangan ketidakpastian sangat tinggi, beberapa kondisi itu antara lain:
·     Prediksi bahwa akan berkomunikasi dengan orang tersebut dari waktu waktu lain yang akan datang
·      Merasa bahwa komunikasi dengan seseorang menghasilkan keuntungan bagi diri kita (incentive value)
·       Bila kita berinteraksi dengan orang orang yang mempunyai prilaku yang tidak lazim atau
abnormal menurut kacamata kita (deviant behavior)

           D.    Jenis-jenis Ketidakpastian
Berger dan bradag (1982) mengembangkan TUR dengan membangun dua jenis ketidakpastian yang dirasakan seseorang yaitu:
a)      Ketidakpastian prilaku (behavioral uncertainty)
Berkaitan dengan ketidakpastian akan prilaku mana yang seharusnya seseorang lakukan dalam situasi. Dengan kata lain kita tidak yakin terhadap prilaku yang dilakukan dalam prilaku orang lain
b)      Ketidakpastian kognisi (cognative uncertainty)
Berkaitan dengan ketidakpastian tentang apa yang mesti dipikirkan tentang sesuatu atau orang lain. kita merasa tidak yakin tentang kepercayaan atau keyakinan kita sendiri dan orang lain

           E.     Cara mengurangi Ketidakpastian
                        Berdasarkan pendapat Berger  (1979) ada beberapa cara yang bisa digunakan seseorang untuk mengurangi ketidakpastiannya, yaitu :
a)      Strategi pasif (social comparison), terjadi jika seseorang hanya mengamati perilaku orang lain
b)   Strategi pasif (seeking iformation, jika secara aktif seseorang hanya mencari informasi tentang orang lain melalui pihak ketiga.
c)     Strategi interaktif (verbal introgative), cara mendapatkan informasi melalui setting interaksi, yaitu dengan scara langsung bertanya dengan orang yang menjadi target komunikan.
           F.     Aksioma Teori Uncertainty Reduction
           Aksioma adalah pernyataan atau ide yang diterima sebagai suatu kebenaran karena pernyataaan
         itu mengandung kebenaran dan bisa dibuktikan. Berger & Calbrese (1975), menjelaskan aksioma teori
         uncertainty reduction :
1)     Hubungan ketidakpastian dengan komunikasi verbal : jikas pesan verbal seseorang dan lawan bicara meingkat, maka level ketidakpastian lawan bicara akan menurun . (hubungan negatif)
2)     Hubungan ketidakpastian dengan komunikasi nonverbal : jika ekspresi nonverbal pada saat awal pembicaraan meningkat, akan menyebabkan ketidakpastian menurun. (hubungan negatif)
3)   Hubungan ketidakpastian dengan keakraban (keintiman) : jika interaksi mengandung ketidakpastian yang tinggi maka keakraban komunikasinya rendah (hubungan negatif)
4)      Hubungan ketidakpastian dengan pencarian informasi : jika ketidakpastiannya berkurang, maka berkurang pula upaya pencarian informasi (hungaan positif)
5)      Hubungan dengan resiprositas : semakin tinggi ketidakpastian, maka semakin tinggi seseorang itu menggunakan strategi omunikasi yang timbal balik (hubungan positif)
6)      Hubungan ketidakpastian dengan persepsi akan kesamaan dean ketidaksamaan : semakin seseorang memersepsi lawan bicara banyak mempunyai kesamaan, semakin berkurang ketidakpastiannya (hubungan negatif)
7)      Hubungan ketidakpstian dengan perasaan suka (liking( : perasaan saling menyukai akan meningkat jika perasaan ketidakpastian berkurang (hubungan negatif)

           G.    Teori Uncertainty Reduction dalam Praktik PR
           Berdasarkan teori uncertainty reduction, Heath  (2005) menyarankan praktisi PR untuk  
            meminimalkan ketidakpastian dengan menerapkan strategi komunikasi sbb :
-          Mengumumkan berbagai perubahan sedini mungkin  bagi semua publik yang mungkin merasakan dampak perubahan
-          Memfasilitasi partisipasi staf dalam proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu maslah
-          Menjaga agar aliran informasi terjadwal dengan baik
-          Jika tidak dapat menyediakan informasi dengan baik, PR harus mememberikan penjelasan alasannya
-          PR harus menjelaskan segala kebijakan/keputusan yang diambil manajemen, termasuk latarbelakang diambilnya keputusan itu.
-          Selalu menjaga kepercayaan publik terhadap organisasi

6. SITUATIONAL THEORY OF THE PUBLICS
           A.    Teori Situasional of The Publics : Teori Tentang Publik
Teori ini bermanfaat untuk mengidentifikasi publik sehingga dapat membuat kategori publik berdasarkan perilaku komunikasi dan individu dan efek komunikasi yang diterima individu tersebut. Teori ini membantu PR untuk membuat target sasaran yang lebih spesifik, sehingga pesan komunikasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan sasarannya itu. Berdasarkan teori ini, spesifikasi khas publik dari stakeholder adalah berdasarkan perilaku dan komunikasinya. James E. Grunig penggagas teori ini menggunakan istilah publics dengan “s” (jamak) untuk merujuk kepada kelompok yang menjadi sasaran program PR. Grunig membedakan istilah publik dengan stakeholder.  Stakeholder adalah kategori umum dari orang-orang yang berpotensi dipengaruhi oleh aktivitas dan kepurusan organisasi, sedangkan publik merupakan kelompok yang lebih spesifik dari kumpulan stakeholder. Secara umum, teori ini mendeskripsikan sikap dan perilaku komunikasi publik terhadap organisasi.
Menurut Grunig (1979: 741), teori situational of the publics (STP) mempunyai beberapa asumsi dasar, yaitu :
1)      Individu yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten dan cenderung sama jika mereka berada pada situasi yang sama
2)      Persepsi seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan, mengapa dan bagaimana dia merespons dan mengomunikasikan situasi tersebut.
3)      Setiap individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dengan cara tertentu
4)      Publik bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi
5)      Karena bersifat situasional, masalah/ isu bersifat dinamis

           B.     Tipe-tipe Publik
           Grunig membangun teori ini berdasarkan ide dari Dewey tentang evolisi perkembangan publik.          Menurut Dewey, publik mengalami perkebagan berdasarkan 3 aspek, yaitu aspek kesadaran akan                masalah dan aspek bentuk-benuk respon terhadap masalah itu. Berdasarkan 3 aspek tersebut, Grunig           membagi populasi umutm (stakeholder) menjadi 3 mcam tipe publik, yaitu :
a)      Publik tersembunyi (latent public)
b)      Public teridentifikasi (aware public)
c)      Public aktif (active public)
Berdasarkan sifat situasional publik, ada beberapa kategori publik lagi, yaitu :
a)      All issue public
b)      Apathetic public
c)      Single-isuue public
d)     Hot-issue public

           C.    Variabel Perilaku Komunikasi dan Persepsi Situasional
           Menurut Grunig (1979() teori ini terdiri dari dua variable pokok, yaitu :
1)      Variabel Independen : Persepsi Situasional
Yaitu variable persepsi publik terhadap suatu situasi (situational perception)
Digunakan untuk menjelaskan :
-          Kemungkinan perilaku komunikasi yang akan terjadi
-          Di situasimana pemrosesan & pencarian informasi terjadi
-          Mengidentifikasi publik
-          Mendeskripsikan perilaku komunikasi dari publik
Sub variable : problem recognition, constant recognition, referent criteria, dan level of involvement
2)      Variabel Dependen : Perilaku Komunikasi
Sub variable :Pencarian informasi (information seeking) yang bersifat aktif, dan pemrosesan informasi (information processing) yang bersifat pasif.
Hasil kombinasi empat tipe persepsi ssituasional, yaitu :
-          Problem facing behavior
-          Constrained behavious
-          Routine behavior
-          Fatalistic behavior

           D.    Teori Situasional of The Publics
           Teori ini membantah praktisi PR untuk menjelaskan mengapa ada publik yang bersifat aktif terhadap              suatu isu, beberapa isu, ataupun yang berisfat tidak mau tahu. Pengetahuan terhadap sifat perilaku                  komunikasi publiknya apakah aktif atau pasif terhadap suatu isu akan membantu praktisi PR dalam:
-          Menentukan jeni media komunikasi yang tepat
-          Jika publik bersifat aktif, praktisi dapat menggunakan mdia yang lebih terspesialisasi
-          Merencanakan stategi komunikasi dalam menyusun pesan-pesan komunikasi
-          Jika publik akitf mencari informasi, gaya & kreativitas pesan tidak terlalu penting
-          Membuat segmentasi publik berdasarkan perilaku komunikasinya apakah aktif/tidak
-          Sebagai antisipasi terjadinya masalah yang besar.

7. TEORI STRUKTURASI : Reproduksi Struktur dalam Organisasi
           A.    Teori Strukturasi dalam Konteks Organisasi
Teori yang digagas oleh Anthony Giddens pada 1984 dibangun berdasarkan teori interaksi social. Giddens membangun teori ini berdasarkan pandangannya bahwa individu mempunyai kemapuan mengubah struktur social. Struktur dalam system social seperti norma-norma kelompok, jaringan komunikasi, institusi social, ataupun pergaulan memengaruhi individu dan perilaku individu juga bisa memengaruhi struktur-struktur tersebut. Proses memproduksi dan mereproduksi struktur disebut strukturasi. DEngan demikian, komunikasi dalam suatu system social merupakan hasil produksi perilaku komunikasi individu dan struktur social perilaku social.
Teori strukturasi diadopsi oleh Marshall Scott Poole dan Robert Mcphee untuk menerangkan proses komunikasi organisasi karena mendeskripsikan bahwa institusi social diprosuksi, di reproduksi, ditransformasi melalui aturan social. Menurut Poole & Mcphee (2005), organisasi emiliki struktur tertentu karenanya struktur merupakan ciri khas suatu organisasi. Karena organisasi berisfat dinamis, struktur di dalam organisasi bukanlah sesuatu yang permanen. Struktur mesti di evaluasi. Proses membentuk, menjaga, dan mengubah struktur inilah yang disebut strukturasi.
           B.     Asumsi Teori Strukturasi
           Asumsi pokok teori strukturasi menurut Giddens (1979) :
1)      Manusia adalah actor (agen) yang menentukan pilihan sendiri atas perilakunya
2)      Organisasi diproduksi dan direproduksi melalui struktur dalam interaksi social
3)      Stuktur bukanlah entitas fisik, melainkan seperangkat aturan (rule), sumber daya (resource) yang digunakan untuk mencapai tujuannya.
4)      KArena struktur bersifat dinamis maka dalam organisasi, struktur bukan hanya dibentuk pada awalnya saja (produced) tetapi juga mengalami proses pembentukan kembali (reproduces)
5)      Struktur sering dipinjam darikelompok yang lebih besar
6)      Semua interaksi social memuat 3 elemen : pemaknaan, moralitas, dan kekuasaan
7)      Komunikasi berperan sebagai media dan hasil interaksi
           C.    Dualitas Struktur
           Di satu sissi, teori ini berpendapat bahwa melalui proses strukturasi I, individu bebeas dalam               memilih perilaku komunikasi sheingga tercipta struktur tertentu. Tetapi di sisi lain, setelah di reproduksi           menjadi lebih formal, struktur itu akanmengikat dan membatasi interaksi mereka selanjutnya. Sruktur            organisasi dibuat oleh angota organisasi dan ditempatkan serta diubah sesuai konteks ruang dan waktu.           Peran praktisi PR yaitu menjadi mediator yang meghubungkan antara struktur disatu sisi dan agency di           sisi lainnya, sehingga dualitas struktur berjalan harmonis.
           D.    Teori Strukturasi dalam Praktik PR
Berdasarkan teori ini, proses PR sebagai suatu proses komunikasi yang dinamis di makna bukan hanya dilakukan oleh praktisi PR, melainkan oleh semua realita social sehingga menciptakan pengertian bersama (shared-meaning). Peran praktisi PR yaitu mengakomodasi dan mengarahkan proses strukturasi agar tidak melenceng ari tujuan organisasi. Proses mengarahkan strukturasi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi gerak anggota organisasi tetapi untuk mencapai keseimbangan kerja.

8. TEORI MOTIVASI DAN GAYA MANAJERIAL
Proses yang terjadi dalam suatu organisasi sangan ditentukan oleh pemahaman para manajertermasuk praktisi PT pada teori motivasi. Pada dasar nya manajemen merupakan seni memotivasi orang lain agar melaksanakan apa yang dikehendaki manajer.
A.    Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi dari Abraham maslow ini meyebutkan beberapa tingkatan kebutuhan yang harus dipenuhi agar seseorang merasa terpuaskan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, karyawan akan termotivasi tinggi jika semua kebutuhannya mulai dari tingkatan terendah hingga tingkatan kelima disediakan oleh manajemen.
B.     Teori X dan Y
Douglas mcgregor (1967) mengenalkan dua macam teori motivasi yang juga menentukan gaya manajerial seorang manajer yaitu:
·         Teori X berasumsi setiap individu mempunyai pembawaan surat tidak suka bekerja (tidak memiliki motivasi untuk bekerja) , karena itu pemberian motivasi dari pihak luar sangat diperlukan.
·         Teori Y yang mengasumsikan bahwa individu secara alami mempunyai keinginan dan kebutuhan, salah satunya kebutuhan untuk bekerja, disini peran manajer lebih mendorong dan menyediakan peluang agar kebutuhan dan keinginan itu terpenuhi.
C.    Teori V
Ward L. Quaal dan James A. Brown (1976) menyampaikan teori V memandang proses manajerial sebagai proses relasi dua arah.
D.    Teori Kesehatan-Motivator
Digagas oleh Federic Herzberg, dalam teori nya terdapat dua factor kepuasan dan ketidakpuasan kerja yaitu factor motivator seperti penghargaan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan, prestasi kerja, pekerjaan itu sendiri dan peluang pengembangan diri. Factor kesehatan seperti gaji, supervise, keamanan kerja, kebijakan organisasi, kondisi lingkungan kerja, administrasi dan relasi dengan rekan kerja. Dengan kata lain, teori kesehatan motivasi masyarakat perlunya kondisi kerja yang baik, komunikasi antar pribadi yang harmonis agar para anggota organisasi betah didalamnya
E.     Empat Gaya Manajerial dari Likert
Teori ini menjelaskan 4 gaya manajerial berdasarkan beberapa variable manajerial yaitu motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, pengawasan, level tanggungJawab, dan kinerja. Empat gaya manajerial tersebut antara lain :
1.      Sistem 1 : Gaya penguasa mutlak
2.      Sistem 2 : Gaya semi mutlak
3.      Sistem 3 : Gaya penasihat
4.      Sistem 4 : Gaya pengajak serta
F.     Aplikasi Teori Motivasi dalam Praktik PR
Teori motivasi memberikan informasi bahwa karyawan memiliki kebutuhan yang bersifat universal, artinya setiap karyawan memiliki kebutuhan. Tugas PR selanjutnya antara lain :
1)      Memahami apakah kebutuhan itu telah terpenuhi atau belum
2)      PR menyampaikan keutuhan karyawan itu kepada manajemen
3)      Merancang program komunikasi yang bisa mendorong peningkatan motivasi kerja karyawan
4)      Mendorong iklim komunikasi organisasi ayng kondusif.
9. TEORI RELATIONSHIP MANAGEMENT : Upaya Menjaga Relasi Saling Menguntungkan
A.    Manajemen Relasi : Inti Public Relations
Teori ini fokus membahas proses manajemen relasi antara oganisasi dan publiknya, internal maupun eksternal, karenanya teori ini juga dikenal sebagai pusat atau inti PR. Teori inijuga dikenal sebagai teori organization-public relationship (OPR) karena komunikasi ditujukan untuk menjaga keuntungan yang bisa dirasakan para peserta komunikasi, organisasi, dan publik, yaitu ada suatu keseimbangan kepentingan antara keduanya.
Teori ini pada dasarnya merupakan pengembangan teori excellence. Perbedaannya, OPR mengacu pada BOtan&Hzleton (2016: 13), lebih memandang publik sebagai “co-creators” of meaning and interpretation and goals.cSdangkan teori excellence lebih fokus membahas indicator keseluruhan aktivitas PR yang bisa mecapai keefektifan operasional orgaisasi.
Didasarkan paradigm co-creational, teori relationship management menganggap manajemen relasi yaitu fungsi sentral PR. Komunikasi dietmpatkan sebagai alat untuk membangun relasi, dan proram di evaluasi berdasrkan dampaknya pada relasi antara organisasi dan publik. Dengan kata lain, teori relationship management mengubah fokus bahasa PR dari komunikasi relasi, dengan komunikasi berperan sebagai inisiasi, mengembangkan, dan memelihara OPR.
B.     Prinsip Dasar Manajemen Relasi
Prinsip manajemen untuk membangun relasi menurut teori relationship management harus berdasarkan beberapa prinsip dasar, sbb:
1)      Fokus utama PR yaitu membangun relasi
2)      Relasi yang berhasil jika didasarkan upaya meraih keuntungan bagi kedua pihak organisasi dan publik.
3)      Organization public relationship bersifat dinamis sehingga selalu berubah setiap saat
4)      Relasi didorong oleh kebutuhan dan keinginan dari organisasi dan publik
5)      MAnajemen OPR yang efektif akan meningkatkan pemahaman dan keuntungan bagi organisasi danpublik
6)      Keberhasilan OPR diukur berdasarkan kualitas relasi, bukan produksi da penyebaran pesan
7)      Komunikasi yaitu alat strategi memanajemen relasi, tetapi komunikasi tidak dapat menjaga relasi jangka panjang tanpa diiringi perilaku organisasi
8)      OPR dipengaruhi oleh sejarah relasi, sifat interaksi, frekuensi pertukaran, dan resiprositas (saling timbal balik)
9)  OPR dapat dikategorikan beberapa jenis yaitu relasi personal, relasi professional, relasi komunitas, baik bersifat simbolis maupun perilaku.
10)  Penciptaan relasi data terjadi dalam berbagai aspek kajian dan praktik PR
Teori ini dapat diterapkan dengan model SMARTS (Ledingham, 2005;2006) yaitu: Scan (analisis atau memonitor lingkungan;) Map (perencanan); Act (memproduksi atau melakukan inisiatif dan mengujinya); Rollout (implementasi); Track (mengevaluasi keberhasilan inisiatif); dan Steward (menyesuaikan atau memonitor dan menjaga kualitas.

        Daftar Pustaka
         Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system